Penetapan status tersangka, yang
kemudian dilanjutkan dengan penangkapan, terhadap Wakil Ketua DPR Taufik
Kurniawan, dinilai Fahri Hamzah, kolega Taufik Kurniawan sendiri, sebagai
indikasi penambahan jumlah koruptor di Indonesia selama rezim Presiden Joko
Widodo. Taufik berpendapat, jika Soeharto adalah pencipta iklim pembangunan
Indonesia, maka Jokowi adalah pencipta musim korupsi. Alasannya bukan terletak
pada sangkaan korupsi yang dilakukan Jokowi, melainkan korupsi yang dilakukan
aparatnya sendiri. Melengkapi pernyataannya, Fahri sertakan pula tuntutan
kepada Jokowi untuk menyelasaikan kasus korupsi, yang menurutnya sudah amat
mendesak.
Tetapi, sudahkah relevan pemikiran
Fahri Hamzah terebut? Apakah memang korupsi sekarang sudah menjadi seperti
agama bagi para aparat negara? Buktinya semakin banyak aparat yang ditangkap
KPK. Seperti yang dikatakan Fahri, empat pejabat daerah dapat tertengkap dalam
satu bulan. Atau sebenarnya dari dulu sudah banyak, namun baru sekarang KPK
menjadi garang?
Penulis Inggris, Charles Caleb
Colton, berpendapat bahwa korupsi itu ibarat
bola saju. Menggelinding pertama kali dalam ukuran kecil, namun lama-lama
semakin membesar dan terus membesar. Satu kasus terbuka, akan muncul
kasus-kasus berkaitan lainnya. Penggambaran ini mungkin melekat pada pikiran
sebagian besar masyarakat. Menurut hasil survei Transparency International tahun
2017 adalah kulminasi jumlah masyarakat Indonesia yang beranggapan pemerintah
melakukan tindak korupsi.
Hasil tersebut mungkin sejalan
dengan banyaknya pemberitaan media mengenai pejabat daerah yang tertangkap
beberapa waktu terakhir, ditambah uang haram fantastis yang mereka curi dari
rakyat. Menurut Indonesian Corruption Watch, baru setengah tahun 2017
saja sudah ada 226 kasus korupsi yang ditangani lembaga-lembaga penegak hukum,
dengan kerugian negara mencapai Rp1,83 triliun. Tidak salah jika rakyat trauma
ketika tahu uang sebanyak itu dicuri dari mereka.
Jika memerhatikan fenomena yang
terjadi, seharusnya Jokowi menegaskan kembali perannya sebagai pemimpin rakyat
pencipta musim anti korupsi, terlebih mengingat citranya dalam keikutsertaannya
dalam Pilpres tahun mendatang. Transparency International turut mencatat
bahwa penanganan kasus korupsi di Indonesia tahun 2017 lebih baik dari
tahun-tahun sebelumnya, dengan kinerja baik KPK sebagai faktor utama.
Di penghujung hari, inti dari
pendapat Fahri Hamzah terdengar sudah berkesesuaian dengan pikiran rakyat,
mengingat perannya sebagai wakil rakyat di depan pemerintah. Namun, sebagai
negarawan beliau lupa memeriksa data-data yang ada sebelum melontarkan
pendapatnya, sehingga terkesan setengah matang. Hal ini menjadi pengingat bagi
lembaga penegak hukum untuk lebih persuasif dalam menjelaskan penyelesaian
kasus-kasus korupsi yang sangat sensitif kepada masyarakat awam. Capaian
prestasi hendaknya dipublikasikan secara lebih publik agar menambah optimisme
masyarakat kepada pemerintah. Karena dengan dukungan, apresiasi, serta kritik
konstruktif yang diberikan satu sama lain, akan tercipta suatu kesatuan dan
persatuan di dalam tubuh bangsa yang mulai terpecah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar